Pages

Rabu, 02 Juni 2010

ANJURAN UNTUK BERTOLERANSI

Sekolah : SMA

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam

Kelas Semester : XII/1

Aspek : Al-Qur-an

Standar Kompetensi :

  1. Memahami ayat-ayat Al-Qur-an tentang anjuran untuk bertoleransi

Kompetensi Dasar :

Membaca Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Q.S Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29

Menjelaskan arti Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29

Membiasakan perilaku bertoleransi seperti terkandung dalam Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Q.S Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.

Indikator :

  • Mampu membaca Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29 dengan baik dan benar.
  • Mampu mengidentifikasi tajwid Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29 dengan benar.
  • Mampu mengartikan per-kata Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.
  • Mampu mengartikan per-ayat Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.
  • Mampu menerjemahkan Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.
  • Mampu mengidentifikasi perilaku bertoleransi sesuai dengan Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.
  • Mampu mempraktikan perilaku bertoleransi sesuai dengan Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.
  • Mampu menunjukan perilaku bertoleransi sesuai dengan Q.S Al-Kaafiruun 1-6, Yunus 40-41, dan Al-Kahfi 29.

BAB I

ANJURAN UNTUK BERTOLERANSI

A. Fanatik dan Toleran

1. Fanatik

Fanatik adalah teramat kuat kepercayaannya (keyakinannya) terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya). Dengan kata lain, orang yang fanatic dalam beragama berarti memiliki keyakinan yang mantap dalam hati sehingga mempengaruhi sikap hidupnya sehari-hari. Meurut Islam, fanatic beragama hukumnya wajib. Fanatic dalam beragama identik dengan sifat-sifat Istiqomah (teguh pendirian). Dengan dimilikinya sikap fanatic atau istiqomah, seseorang akan mantap dalam melaksanakan ajaran agamanya.

2. Toleran

Toleran berarti sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang bertentangan dengan pendirian sendiri. Dengan kata lain, toleran berarti memberi kebebasan kepada orang lain untuk bersikap atau berpendirian sesuai keinginannya.

Setelah mengetahui kedua definisi tersebut (fanatic dan toleran), kiranya dapat kita ambil pengertian bahwa fanatic tidak bertentangan dengan toleran. Keduanya dapat dimiliki secara bersamaan tanpa mengalahkan yang satu dari yang lain.

Setiap pemeluk atau penganut agama boleh memiliki sikap fanatic. Akan tetapi, dalam pergaulan dengan pemeluk agama lain harus saling menghormati.

B. Dalil-dalil tentang fanatisme dan toleran

1. Q.S Al-Kafiruun : 1-6

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ.

وَلا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ. وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ.

Artinya : “Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".

Dalam kitab Asbabunnuzul diterangkan bahwa pada saat Al-Walid bin Al-Mughiroh, Al-`Asi bin Wa-il, Al-Aswad bin Al-Muthalib serta Umayyah bin Kholaf (semuanya orang kafir) berkata “Hai Muhammad! Mari kita bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kita bersekutu dalam segala hal, dan engkaulah yang memimpin kami” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, bersumber Saad bin Mina).

Tawaran tersebut dikemukakan setelah orang-orang kafir kehabisan akal untuk menghentikan dakwah rosululloh Saw. Setelah tawaran tersebut dikemukakan, turunlah Q.S Al-Kafiruun Ayat 1-6 yang berisi penolakan secara tegas terhadap ajakan tersebut Q.S Al-Kaafiruun Ayat 1 -5 berisi fanatisme dalam beragama, sedangkan ayat 6 berisi toleransi terhadap pemeluk agama lain.

2. Q.S Yunus : 40-41

وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ.

وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ.

Artinya : Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur'an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan (40) Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".(41)

Kendatipun Rosululloh Saw. Senantiasa menjelaskan bahwa apa-apa yang disampaikan kepada masyarakat adalah wahyu dari Alloh (Al-Qur-an), tetapi masih banyak manusia yang tidak percaya. Mereka itu adalah orang-orang kafir. Mereka menyangkal tentang kebenaran Al-Qur-an dan mengatakan bahwa itu semua hanya kebohongan Rosululloh Saw. Dalam menghadapi orang-orang kafir seperti itu, Rosululloh Saw. Disuruh bersabar dan mengatakan kepada mereka bahwa masing-masing manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri.

3. Q.S Al-Kahfi : 29

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا.

Artinya : Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”

Firman Alloh Swt. Dalam Q.S Al-Kahfi ayat 29 mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut :

a. Sesungguhnya kebenaran yang mutlak benar hanya datang dari Alloh Swt. Adapun yang datang dari selain Alloh Swt hanyalah kebenaran semu.

b. Islam memberi kebebasan kepada manusia, apakah kamu beriman kepada kebenaran yang datang dari Alloh Swt. (yakni Islam) ataukah justru mengingkarinya. Dengan kata lain, apakah manusia mau Islam ataukah kafir, itu terserah kepada manusia itu sendiri. Rosululloh Saw tidak berhak memaksa mereka untuk beriman.

c. Orang-orang yang mengingkari kebenaran Islam berarti telah berbuat dhalim (menganiaya dirinya sendiri) Alloh Swt. Telah menyediakan buat orang-orang yang dholim berupa siksaan (api) yang mengepung mereka kelak di hari akhir.

C. Berperilaku toleran seperti yang terkandung dalam Q.S Al-Kaafiruun : 1-6, Q.s Yunus : 40-41, dan Q.S Al-Kahfi : 29

Setelah memahami beberapa ayat tersebut di atas, hendaknya kita memiliki sikap dan perilaku sebagai berikut :

1. Memberikan kebebasan kepada sesame manusia sesuai haknya, baik yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan jasmaniah maupun kebutuhan rohaniah (keagamaan).

2. Tidak memaksakan kehendak atau keinginan kepada orang lain sebagaimana dirinya tidak mau dipaksa orang lain.

3. berusaha untuk memupuk semangat persatuan dan kesatuan terhadap sesame anggota masyarakat tanpa memandang perbedaan keyakinan (agama)nya.

4. bersedia memaafkan kesalahan orang lain dengan dasar kepercayaan bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan yang berbeda.

5. bersedia untuk menghormati orang lain sebagaimana dirinya ingin dihormati orang lain.

D. Hikmah Tasamuh dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin terlepas dari pergaulan dengan orang lain.. pergaulan akan dirasakan nikmat apabila ada kerukunan. Untuk mewujudkan kerukunan hidup diperlukan sikap Tasamuh atau tenggang rasa. Apabila setiap anggota masyarakat telah mmilikisikap tasamuh, niscaya dapat dipetik beberapa hikmah, antara lain :

1. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai.

2. Terwujudnya kehidupan tentam jauh dan dari berbagai gangguan keamanan.

3. Tercapainya hak bagi masing-masing anggota masyarakat tanpa mengabaikan hak orang lain.

4. memperluas hubungan persaudaraan dan mempersempit jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin, yang berpangkat maupun yang tidak.

5. Tercapainya kebahagiaan hidup bersama di lingkungan masyarakat.

EVALUASI

1. Jelaskan pengertian fanatic dan toleran?

2. Bolehkah warga Negara Indonesia fanatic beragama? Jelaskan!

3. Siapakah yang dapat memiliki sifat fanatic dan sekaligus toleran ?

4. Sikap toleran adalah cerminan dari……

5. Jelaskan pengertian istiqomah?

6. Jelaskan isi kandungan dari Q.S Al-Kafiruun : 1-6

7. Jelaskan perlunya menghormati orang lain ?

8. Alloh Swt berfirman “dan jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah “Bagiku pekerjaanku dan bagiku pekerjaanmu”. Apakah dampak positif firman tersebut terhadap Rosululloh Saw ?

9. Sebutkan dua macam hikmah dimilikinya sikap toleran dalam kehidupan masyarakat!

10. Bagaimana ciri-ciri orang yang fanatic dan toleran? Jelaskan!

BAB II

ETOS KERJA (SIKAP KERJA SUNGGUH-SUNGGUH)

Sekolah : SMA

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam

Kelas Semester : XII/1

Aspek : Al-Qur-an

Standar Kompetensi :

  1. Memahami ayat-ayat Al-Qur-an tentang etos kerja.

Kompetensi Dasar :

Membaca Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10

Menjelaskan arti Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10

Membiasakan beretos kerja seperti terkandung dalam Q.S Al-Mujadalah 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10

Indikator :

  • Mampu membaca Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10 dengan baik dan benar.
  • Mampu mengidentifikasi tajwid Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10.
  • Mampu mengartikan perkata Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10
  • Mampu mengartikan per-ayat Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10
  • Mampu menerjemahkan Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10
  • Mampu mengidentifikasi perilaku etos kerja sesuai dengan Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10
  • Mampu mempraktikan perilaku etos kerja seperti yang terkandung dalam Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10
  • Mampu menunjukan perilaku etos kerja sesuai dengan Q.S Al-Mujadalah : 11 dan Q.S Al-Jumu`ah : 9-10

  1. Pengertian Etos Kerja

Kata “Etos Kerja” identik dengan pengertian dengan “etika kerja” atau “kinerja”. Yakni sikap kerja. Jika kita memperhatikan sikap kerja masyarakat. Kita akan tahu bahwa sikap kerja mereka berbeda-beda. Sebagian mereka bekerja secara santai, kurang bersemangat dan tidak menggunakan cara-cara yang baik sesuai dengan perkembangan jaman. Dengan kata lain, mereka bekerja sekadarnya (yang penting tidak menganggur). Jika ia seorang pegawai kerjanya seenaknya saja, maka kurang memiliki rasa tanggung jawab. Sebagian mereka ada yang bekerja dengan sungguh-sungguh, cermat, mengikuti aturan kerja yang baik serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

Kelompok pertama tersebut sebagai kelompok yang kurang memiliki etos kerja yang baik, sedangkan kelompok kedua dikatakan sebagai kelompok yang memiliki etos kerja yang baik dan mempunyai rasa tanggung jawab. Para Rosul pun telah memberi teladan kepada umatnya masing-masing agar mau bekerja keras, memiliki etos kerja yang baik, misalnya :

  1. Nabi daud membuat baju perang dari besi.
  2. Nabi Zakaria bekerja sebagai tukang kayu
  3. Nabi Muhammad Saw berdagang

  1. Dalil-dalil Naqli Tentang Sikap Kerja Keras
  1. Q.S Ar-Raad : 11

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ.

Artinya : Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

2. Q.S Al_Insyiroh : 7

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”

3. Q.S Al-Jumu`ah : 9-10

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

4. Q.S An-Naba` : 11

وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

Artinya : “dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.”

Bekerja adalah kodrat hidup, baik kehidupan spiritual, intelekttual, fisik biologis, maupun kehidupan individual dan social dalam berbagai bidang. (Al-Mulk : 2)

Seseorang layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau professional, semata-mata karena prestai kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar “hidup”, dalam kehidupan ini ia memerlukan ruh (spirit). Untuk ini, Al-Qur-an diturunkan sebagai “ruhan min amrina”, yakni spirit hidup ciptaan Allo, sekaligus sebagai “nur” (cahaya) yang tak kunjung padam, agar aktifitas hidup manusia tidak tersesat (Asy-Syu`aro : 52)

Ketika mengajar di kelas tidak jarang saya membahas tema faktual termasuk apa pandangan para mahasiswa tentang kerja. Ada yang menjawab kerja (mencari nafkah) itu adalah ibadah, kewajiban, sumber pendapatan, kehidupan, aktualisasi diri, hobi, dan bahkan ada yang pada kondisi tertentu kerja itu dipandang sebagai ancaman. Sebagian besar mereka menjawabnya kerja sebagai ibadah. Kemudian dalam prakteknya ada orang yang malas kerja dan ada yang rajin. Mengapa demikian?. Dari sisi teori dikenal adanya teori X dan teori Y. Teori yang pertama mengindikasikan bahwa pada dasarnya seseorang itu malas kerja. Kerja dipandang sebagai menyusahkan sekaligus mengancam dirinya. Kalau seorang karyawan maka dia termasuk orang yang egoistis, egosentris, dan tak bertanggung jawab. Sementara karyawan yang bercirikan teori Y adalah orang yang sangat rajin dan disiplin. Kerja sudah dipandang sebagai kebutuhannya. Inisiatif atau etos kerjanya begitu tinggi dan bertanggung jawab. Bahkan dekat dengan perilaku kecanduan kerja.

Apa saja ayat yang ada di dalam Al-Quran yang menyangkut kerja? Tidak sedikit ayat yang berkait tentang pentingnya kerja. Salah satunya, Allah berfirman: “dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata lalu diberitakannya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah 105). Dengan kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan bergantung pada orang lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdo’a, tidak mau bekerja. “janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki kemudian ia mengetahui langit tidak akan menghujankan emas dan perak. Rasululllah SAW pun senantiasa berdo’a kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut dan sangat tua dan saya berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan mati (HR. Abu Daud).

Secara normatif (ajaran) di atas, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajarkan agar umatnya harus mengawali kerja dengan niat yang utamanya untuk ibadah pada Allah. Selain itu tidak melakukan pekerjaan yang haram seperti korupsi dan merampok. Kemudian tidak merugikan orang lain, saling meridhai, tak ada unsur penipuan, tidak merusak lingkungan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau berdasarkan rahmatan lil alamin. Kalau demikian maka seharusnya produktifitas kerjanya tinggi. Namun dalam prakteknya belum semua umat menerapkan ajakan dan peringatan Allah tentang kerja.

Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia yang sebagian besar umat Islam berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Dalam tataran agama bisa jadi karena belum mampunya menerjemahkan perintah agama tentang kerja dalam dunia nyata. Dengan kata lain ajaran agama tampaknya baru sampai pada tingkat penguasaan pengetahuan saja; belum sampai terbentuknya kesadaran dan sekaligus sikap etos kerja tinggi.

Ketika dalam suasana Nuzulul Qur’an yakni peristiwa penting penurunan wahyu Allah pertama kepada nabi dan rasul terakhir agama Islam yakni Nabi Muhammad SAW maka telaahan produktifitas kerja semakin penting. Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah surat Al Alaq ayat 1-5: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan; (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah;.(3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah; (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Inti dari ayat itu umat seharusnya terpanggil untuk terus menerus meningkatkan mutu sumberdaya (SDM) manusianya melalui proses pembelajaran bersinambung.

Dengan mutu SDM yang tinggi, umat sangat dianjurkan untuk melakukan penelitian segala rahasia alam semesta ini. Tentunya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan umat dengan kerja keras, cerdas, dan ikhlas. Disinilah pentingnya proses pendidikan dimulai dari tingkat keluarga. Disitu ditanamkan pemahaman yang menyangkut akidah dan syariah Islam khususnya yang menyangkut tentang kerja sebagai ibadah. Tentunya sekaligus diwujudkan dalam praktek keseharian dengan tuntunan dari orangtuanya.

C. Posisi Kerja dalam Kitabulloh

Al-Qur-an menyebut kerja dengan berbagai terminology. Al-Qur-an menyebutnya sebagai “amalun” terdapat tidak kurang dari 260 musytaqqot (derivatnya), mencakup pekerjaan lahiriah dan bathiniah. Disebut fi`lun dalam sekitar 99 derivatnya, dengan konotasi pada pekerjaan lahiriah. Disebut dengan kata “shun`un” tidak kurang dari 17 derivat, dengan penekanan makna pada pekerjaan yang menghasilkan keluaran (output) yang bersifat fisik. Disebut juga dengan kata “taqdimun”, dalam 16 derivatnya, yang mempunyai penekanan makna pada investasi untuk kebahagiaan hari esok.

Pekerjaan yang dicintai Alloh Swt adalah yang berkualitas. Untuk menjelaskannya, Al-Qur-an mempergunakan empat istilah : “Amal Sholih”, tak kurang dari 77 kali, amal yang “ihsan”, lebih dari 20 kali, amal yang “itqan”, disebut 1 kali, dan al-Birr”. Disebut 6 kali. Pengungkapannya kadang dengan bahasa perintah, kadang dengan bahasa anjuran. Pada sisi lain, dijelaskan juga pekerjaan yang buruk dengan akibatnya yang buruk pula dalam beberapa istilah yang bervariasi. Sebagai contoh, disebutnya sebagai perbuatan yang sia-sia (Ali Imran :22, Al-Furqaan : 23), pekerjaan yang bercampur dengan keburukan (At-taubah : 102) pekerjaan kamuflase yang Nampak baik, tetapi isinya buruk (An-Naml : 4, Fussilat : 25)

Al-Qur-an sebagai pedoman kerja kebaikan, kerja ibadah, kerja taqwa atau amal shalih, memandang kerja sebagai kodrat hidup. Al-Qur-an menegaskan bahwa hidup ini untuk ibadah (Adz-Dzariat : 56). Maka, kerja dengan sendirinya adalah ibadah, dan ibadah hanya dapat direalisasikan dengan kerja dalam segala manifestasinya. (Al-Hajj : 77-78, Al-Baqarah :177)

Jika kerja adalah ibadah dan status hukum adalah ibadah pada dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat individual, atau fardhu `ain, yang tidak bias diwakilkan kepada orang lain. Hal ini berhubungan langsung dengan pertanggung jawaban amal yang juga bersifat individual, dimana individualah yang kelak akan mempertanggungjawabkan amal masing-masing. Untuk pekerjaan yang langsung memasuki wilayah kepentingan umum , kewajiban menunaikannya bersifat kolektif atau sosial, yang disebut dengan fardhu kifayah, sehingga lebih menjamin terealisasikannya kepentingan umum tersebut. Namun, posisi individu dalam konteks kewajiban sosial ini tetap sentral. Setiap orang wajib memberikan kontribusi dan partisipasinya sesuai kapasitas masing-masing, dan tidak ada toleransi hingga tercapai tingkat kecukupan (ikifayahi) dalam ukuran kepentingan umum.

D. Kualitas Etik Kerja

Al-Qur-an menanamkan kesadaran bahwa dengan bekerja berarti kita merealisasikan fungsi kehambaan kita kepada Alloh, dan menempuh jalan menuju ridha-Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan member manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Dengan tertanamnya kesadaran ini, seorang muslim atau muslimah akan berusaha mengisi setiap ruang dan waktnya hanya dengan aktivitas yang berguna. Semboyanya adalah :”tiada aktu tanpa kerja, tiada waktu tanpa amal” adapun agar nilai ibdahnya tidak luntur, maka perangkat kualitas etik kerja yang Islami harus diperhatikan.

Berikut ini adalah kualitas etik kerja yang terpenting untuk dihayati.

1. Ash-Shalah (Bak dan bermanfaat)

Islam hanya memerintahkan atau mengajukan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu member nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok. “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Al-An`am : 132)

Ini adalah pesan iman yang membawa manusia kepada orientasi nilai dan kualitas. Al-Qur-an menggandengkan iman dengan amal soleh sebanyak 77 kali. Pekerjaan yang standar adalah pekerjaan yang bermanfaat bagi individu dan masyarakat, secara material dan moral-spiritual. Tolok ukurnya adalah pesan syariah yang semata-mata merupakan rahmat bagi manusia. Jika tidak diketahui adanya pesan khusus dari agama, maka seseorang harus memperhatikan pengakuan umum bahwa sesuatu itu bermanfaat, dan berkonsultasi kepada orang yang lebih tahu. Jika hal ini pun tidak dilakukan, minimal kembali kepada pertimbangan akal sehat yang didukung secara nurani yang sejuk, lebih-lebih jika dilakukan melalui media shalat meminta petunjuk (istikharah). Dengan prosedur ini, seorang muslim tidak perlu bingung atau ragu dalam memilih suatu pekerjaan.

2. Al-Mujahadah (kerja keras dan optimal)

Dalam banyak ayatnya, Al-Qur-an meletakkan kualitas mujahadah dalam bekerja dalam konteks manfaatnya, yaitu untuk kebaikan manusia sendiri, dan agar nilai guna dari hasil kerjanya semakin bertambah (Ali Imron : 142, Al-Maidah : 35 Al-Hajj : 77, Al-Furqaan : 25, Al-Ankabut : 69).

Mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh ulama adalah “Istifragh wafil wus`I” yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Alloh Swt telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan melalui hukum `taskhir`, yakni menundukan seluruh isi langit dan bumi untuk manusia (Ibrohim :32-33) Tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendayagunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Alloh ridhoi.

Bermujahadah atau bekerja dengan semangat jihad (ruhul jihad) menjadi kewajiban setiap muslim dalam rangka tawakkal sebelum menyerahkan (tafwidh) hasil akhirnya pada keputusan Alloh (Ali Imron : 159, Hud : 133)

3. Encermati nilai waktu

Keuntungan atau kerugia manusia banyak ditentkan oleh sikapnya terhadap waktu. Sikap iman adalah sikap yang menhargai waktu sebagai karunia Ilahi yang wajib disyukuri. Hal ini dilakukan dengan cara mengisinya dengan amal sholih, sekaligus waktu itupun merupakan amanat yang tidak boleh disia-siakan. Sebaliknya, sikap inkar adalah cenderung mengutuk waktu dan menyia-nyiakannya. Waktu adalah sumpah Alloh Swt dalam beberapa ayat kitab suci-Nya yang mengaitkannya dengan nasib baik atau buruk yang akan menimpa manusia, akibat tingkah lakunya sendiri. Semua macam pekerjaan ubudiyah (ibadah vertical) telah ditentukan waktunya dan disesuaikan dengan kesibukan dalam hidup ini. Kemudian, terpulang kepada manusia itu sendiri: apakah mau melaksanakannya atau tidak.

Mengutip Al-Qadrawi dalam bukunya “Qimatul waqti fil Islam” waktu adalah hidup itu sendiri, maka jangan sekali-kali engkau sia-siakan, sedetikpun dari waktumu untuk hal-hal yang tidak berfaeda. Setiap orang akan mempertanggungjawabkan usianya yang tidak lain adalah rangkaian dari waktu. Sikap negative terhadap waktu niscaya akan membawa kerugian, seperti gemar menangguhkan atau mengukur waktu, yang berarti menghilangkan kesempatan. Namun, kemudian ia mengkambing hitamkan waktu saat ia merugi, singga tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan.

Jika kita melihat mengenai kaitan waktu dan prestasi kerja, mak ada baiknya dikutip petikan surat kholifah Umar bin Khattab kepada Gubernur Abu Musa Al-Asy`ari ra, sebagaimana dituturkan oleh abu ubaid, “amma ba`du. Ketahuilah, sesungguhnya kekuartan itu terletak pada prestasi kerja. Oleh karena itu, janganlah engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan, dan akhirnya semua terbengkalai.” (kitab Al-Awwal, 10).

Secara teoritis, Kaum Muslimin mempunyai etos kerja yang demikian kuat dan mendasar, karena ia bermuara pada iman, berhubungan langsung dengan kekuatan Alloh, dan merupakan persoalan hidup dan mati. Akan tetapi, tidak diingkari kalau kenyataanya masih jauh panggang dari api. Sebaliknya, Kaum Muslimin belum tahu kalau mereka itu mempunyai kekuata etos kerja yang sangat dahsyat, dan ketika mereka melihat prestasi suatu bangsa atau umat lain, sebagian orang Islam salut dan terpana dengan etos kerja mereka, dan kadang sambil bertanya dengan agak sinis : adakah etos kerja dalam Islam?

Maka, di sinilah Kaum Muslimin harus kembali pada Islam secara benar dan mengambil semangat atau apinya. Karena, sebagaimana sabda rosululloh Saw, “Islam adalah pangkal segala urusan hidup, tiang pancangnya sholat, dan ujung tombaknya adalah jihad.” (H.R Thabroni)

Dengan nurul jihad, setiap muslim akan mampu mengukir prestasi dengan penuh kegairahan, kemudian secara pasti akan mengembalikan izzah atau harga dirinya, sehingga disegani oleh umat lain. Sebab kemuliaan dan gensi itu adalah milik Alloh, rosul-Nya, serta orang-orang beriman (Al-munafiqun : 8). Tanpa semangat jihad, mereka takkan lebih dari sekadar umat ritual yang Nampak sholeh, tetapi tanpa gengsi, bahkan boleh jadi inferior terhadap umat atau bangsa lain.

Semangat inilah yang hendak dirusak dan dilumpuhkan oleh pemikiran dan budaya asing, demi lestarinya pengaruh mereka terhadap negri-negri Muslim. Kaum muslimin dijadikan target invasi pemikiran dan budaya (al-gazwul fikri). Mereka dicuri waktunya dengan berbagai sarana dan acara hiburan yang menyuguhkan budaya santai, lembek, dan pornografis. Maka, bersemailah di bumi kaum Muslimin hiburan-hiburan yang berselera rendah, setiap basa-basi, asal bapak yang bergaya wanita, dan akhirnyamemberi sikap Al-wahn, yakni cinta dunia dan takut mati.

Profil seorang Muslim adalah insane yang ramah, tetapi bukan lemah; serius, tetapi familiar dan tidak kaku; perhitungan, tetapi bukan pelit; penyantun, tetapi mengajak tanggung jawab; disiplin, tetapi pengertian, mendidik, dan mengayomi; kreatif dan enerjik, tetapi hanya untuk kebaikan; selalu memikirkan prestasi, tetapi bukan untuk dirinya sendiri. Kesenangannya adalah meminta maaf dan memberi bantuan dan kepandaiannya adalah dalam rangka mengakui karunia Alloh dan menghargai jasa atau prestasi oranglain.

Setiap muslim dituntut untuk memiliki produktivitas kerja secara maksimal. Kuantitas yang cukup tinggi harus diimbangi dengan kualitas yang memadai agar tidak tertinggal oleh umat-umat yang lain. Kenyataannya, umat Islam masih menjadi konsumen bagi produk-produknegara barat. Dengan kata lain, ketergantungan umat Islam terhadap dunia barat masih sangat besar. Hal ini dapat dibuktikan dalam berbagai bidang, baik bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan maupun bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi (iptek).

EVALUASI

1. Jelaskan perlunya memiliki semangat kerja yang baik!

2. Kemukakan dalil tentang perlunya memiliki semangat kerja!

3. Sikap bagaimanakah yang harus kita miliki berkaitan dengan firman Alloh Swt dalam Q.S Al-Insyiroh : 7!

4. Mengandung berapa perintahkah Q.S Al-Jumu`ah : 9, sebutkan!

5. Setelah perintah mencari rezeki, lalu diikuti untuk selalu mengingat Alloh. Pelajaran apakah yang dapat kamu ambil dari kedua perintah tersebut?

6. Pelajaran apakah yang dapat kamu ambil dari firman Alloh pada Q.S An-Naba:11?

7. Alloh Swt berfirman “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka. “ Q.S Ar-Raad :11. Bagaimanakah sikap kita berkaitan dengan ayat tersebut?

8. Mengapa Rosululloh Sawmelarang kita untuk ber-andai-andai?

9. Perlukah umat Islam memiliki etos kerja yang baik? Jelaskan!

10. Apa yang dimaksud dengan Al-Ihsan? Jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA

Sekolah : SMA

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam

Kelas Semester : XII/1I

Aspek : Al-Qur-an

Standar Kompetensi :

3. Memahami ayat-ayat Al-Qur-an tentang pengembangan IPTEK

Kompetensi Dasar :

    1. Membaca Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
    2. Menjelaskan arti Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
    3. Melakukan pengembangan iptek seperti terkandung dalam Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164

Indikator :

  • Mampu membaca Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164 dengan baik dan benar.
  • Mampu mengidentifikasi tajwid Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
  • Mampu mengartikan per-kata Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
  • Mampu mengartikan per-ayat Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
  • Mampu menerjemahkan Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164
  • Mampu menggali kandungan Al-Quran tentang pengembangan IPTEK
  • Menerapkan Q.S Yunus : 101 dan Q.S Albaqoroh : 164 tentang pengembangan IPTEK

BAB III

PENGEMBANGAN IPTEK

Pembahasan beberapa surah dan ayat berikut ini meliputi kegiatan menyimak dan membaca, mengartikan per lafal, terjemahan lengkap, penerapan ilmu tajwid, serta inti sari.

1. Surat Yunus Ayat 101

a. Kegiatan Menyimak dan Membaca

101. Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman."

b. Mengartikan per lafal

Lafal

Arti

Lafal

Arti

قل

Katakanlah

وماتغنى

Dan tidak bermanfaat

انظرو

Perhatikanlah

الايت

Tanda-tanda (kebesaran Alloh)

ما ذا

Sesuatu

والنذر

Dan rosul-rosul yang memberi peringatan

فىالسماوات

Yang ada di langit

عنقوم

Bagi kaum

والارض

Dan bumi

لايؤمنون

Yang tidak beriman

c. Penerapan Ilmu tajwid

Lafal

Hukum Bacaan

Alasan

انظرو

Ikhfa

Nun sukun bertemu za

السماوات

Idgham Syamsiyyah

Alif lam bertemu sin

الارض

Izhar Qomariah

Alif lam bertemu hamzah

لايؤمنون

Mad arid lis-sukun

Mad wau bertemu sukun karena waqof atau berhenti.

d. Inti sari

Dalam Al-Qur-an surah Yunus Ayat 101 di atas, Alloh Swt. Memerintahkan kita untuk memperhatikan fenomena alam yang ada di langit dan di bumi. Semua fenomena alam akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Alloh Swt. Hal itu akan mempertebal keimanan kita serta memperkuat pengakuan terhadap kekuasaan Alloh Swt. Alloh swt juga menyatakan bahwa tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Alloh serta rosul-rosul yang memberi peringatan tidak akan bermanfaat bagi orang-orang yang tidak beriman.

2. Surat Al-Baqoroh Ayat 164

a. Kegiatan menyimak dan membaca

164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

b. Mengartikan per Lafal

Lafal

Arti

Lafal

Arti

ان فى خلق

Sesungguhnya pada penciptaan

فاحيا به

Lalu dengan itu dihidupkan

وختلاف

Dan pergantian

بعد موتها

Setelah mati (kering)

اليل

Malam

وبث فيها

Dan dia ditebarkan di dalamnya

والنهار

Dan siang

من كل دابة

Bermacam-macam bimatang

والفلق

Dan kapal

وتصريف الريح

Dan perkisaran angin

التي تجري

Yang berlayar

والسحاب

Dan awan

فى البحر

Di laut

المسخر

Yang dikendalikan

بما ينفع النا س

Dengan muatan yang bermanfaat bagi manusia

لايت

Merupakan tanda-tanda (kebesaran Alloh)

انزل

Yang diturunkan Alloh

لقوم يعقلون

Bagi orang-orang yang mengerti.

c. Penerapan Ilmu Tajwid

Lafal

Hukum Bacaan

Alasan

ان فى خلق

Gunnah

Nun dalam keadaan tasydid

وختلاف

Mad tabi`i

Mad alif setelah fathah

والنهار

Idghom syamsiyyah

Alif lam bertemu nun

والفلق

Izhar qomariyyah

Alif lam bertemu fa

كل دابة

Mad laazim kilmi musaqqol

Mad alif bertemu ba yang bertasydid dalam satu lafal

وماانزل الله

Tafkhim

Lam jalaalah terletak setelah fathah

يعقلون

Mad arid lis-sukun

Mad wau bertemu sukun ketika waqof

d. Inti sari

Alloh Swt telah menciptakan langit dan bumi untuk keperluan dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia memperhatikan dan merenungkan rahmat Alloh swt memperhatikan dan merenungkan rahmat Alloh swt akan menambah iman kita, memperluas ilmu pengetahuan kita dan memaksimalkan pemanfaatan alam semesta ini.

Bumi menyediakan kekayaan alam yang tidak ada habisnya, baik di darat maupun di laut untuk dimanfaatkan oleh manusia.

Sistem tata surya dengan planet dan bintang-bintangnya berjalan dan beredar dengan teratur karena adanya daya tarik menarik sehingga terjadi keseimbangan. Hal itu merupakan sunnatulloh dan menjadi ayat bagi orang-orang yang beriman.

Pertukaran malam dan siang membawa faedah, hikmah, dan manfaat yang sangat besar bagi manusia. Pada beberapa negri, siang dan malam berbeda panjangnya. Pada saat ini, sebab-sebabnya telah dikeahui dengan menggunakan ilmu falaq. Akan tetapi, masih banyak rahasia-rahasia alam yang belum terkuak oleh manusia sehingga penelitian masih harus terus dan terus dilakukan.

Bahtera yang berlayar di lautan membawa seseorang dari satu tempat ke tempat lain serta mengangkut barang-barang dagangan untuk keperluan perekonomian. Bagi mereka yang belum pernah berlayar. Hal ini mungkin kurang menarik perhatian. Akan tetapi, bagi para pelaut yang sering mengarungi samudra luas, ia akan merasakan betapa dahsyatnya hantaman ombak dan badai dalam keadaan gelap gulita di malam hari. Fenomena tersebut pasti akan membangkitkan kesadaran kita bahwa semua itu ada yang mengendalikan dan mengaturnya. Kita menyadari bahwa diri kita sangat kecil jika berada di tengah samudra luas. Disitulah kita sangat membutuhkan pertolongan dan perlindungan Alloh swt demi keselamatan kita sampai di tempat tujuan.

Alloh swt menurunkan hujan dari langit sehingga bumi yang telah mati menjadi hidup dan subur. Segala macam hewan juga dapat melangsungkan hidupnya denga adanya air tersebut. Dapat dibayangkan, seandainya hujan tidak turun dari langit, semua daratan akan menadi gurun sahara. Semua makhluk yang hidup akan mati dan musnah kekeringan.

Pengendalian dan pengisaran angin dari suatu tempat ke tempat lain adalah suatu tanda dan bukti kekuasaan Alloh swt dan menjadi rahmat bagi manusia. Dahulu sebelum adanya kapal api, kapal-kapal layar menggunakan tenaga angin untuk mengarungi lautan yang luas. Di antara angin itu ada yang menghalau awan ketempat-tempat yang dikehendaki Alloh swt ada pula yang mengawinkan sari-sari tumbuhan. Akan tetapi, masih banyak lagi rahasia-rahasia yang terpendam yang belum diketahui manusia.

Ahmad Y Samantho dalam makalahnya di ICAS Jakarta (2004) mengatakan bahwa kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.

Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.

Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur.

Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.

Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.

Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?

Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah swt. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).

Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah swt dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.

Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah swt dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: 11 )

Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda) ke-Mahakuasa-an dan Keagungan Allah swt. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasul Allah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.

EVALUASI

  1. Apa isi kandungan Q.S Yunus Ayat 101? Jelaskan!
  2. Apa manfaat tanda-tanda kekuasaan Alloh Swt bagi orang-orang yang tidak beriman?
  3. Mengapa tata surya bisa berjalan begitu rapi?
  4. Apa arti dari والنذر ?
  5. Apa manfaat memperhatikan benda-benda ciptaan Alloh swt?
  6. Apa isi kandungan Q.S Al-Baqoroh Ayat 164? Jelaskan!
  7. Sebutkan contoh manfaat pergantian siang dan malam bagi manusia!
  8. Mengapa hujan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi manusia?
  9. Apa hukum bacaan ان فى خلق ? jelaskan!
  10. Apa hukum bacaan كل دابة ? jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA

2 komentar:

Unknown mengatakan...

thanks pak materi2nya sangat membantu saya

senyum semangat mengatakan...

postingannya sangat membantu, terima kasih ^^

Posting Komentar