Pages

Rabu, 02 Juni 2010

“PERKEMBANGAN TASAWUF”

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah. Dialah yang telah menyucikan hati para kekasih-Nya sehingga tidak tertarik sama sekali terhadap pesona keindahan dunia. Dialah yang telah membersihkan nurani mereka sehingga tidak terpesona terhadap apa pun selain haribaan-Nya. Dialah yang memurnikan hati nurani mereka untuk beriktikaf lama di atas hamparan kemuliaan-Nya. Setelah itu, Dia menampakkan diri-Nya di hadapan mereka lewat beragam asma dan bermacam sifat-Nya. Cahaya makrifat pun lalu memancar dari hati mereka. Dia juga menyibak tabir wajah-Nya sehingga terbakarlah nurani mereka dengan api cinta. Hati mereka tertutupi oleh hakikat keagungan-Nya dan hilang ingatan terhadap segala. Yang ada hanyalah hamparan kebesaran dan keagungan-Nya.

Setiap kali hati para kekasih Allah itu berguncang hendak menyatukan segenap perhatian kepada substansi keagungan-Nya, seketika itujuga hati mereka tertutup debu kebingungan yang menebal di seluruh penjuru akal. Setiap kali hati mereka hendak berpaling putus asa, tiba-tiba terdengar panggilan dari tenda-tenda keindahan, “Wahai, orangyang berputus asa! Bersabarlah untuk meraih kebenaran yang belum engkau kenal, tetapi sudah begitu tergesa untuk engkau gapai.” Hati mereka pun terombang-ambing antara ditolak dan diterima, antara terhalang dan tercapai. Tenggelam dalam lautan makrifat dan terbakar dalam api cinta yang menjilat-jilat.

Tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya. Bahkan, Ruhnya dapat bersatu dengan Ruh Tuhan. Tentu hal itu, tidak dapat dilaksanakan dengan mudah. Seseorang yang ingin mencapai tingkat dapat bertemu dengan Tuhan haruslah melewati beberapa ujian-ujian dan pelatihan-perlatihan (riyadhah). Untuk mencapai rida Tuhan dan mendekat pada-Nya juga, seorang calon sufi harus dapat terlebih dahulu menempuh makam sehingga ia dapat mencapai tingkat yang tinggi dan diridai-Nya. Makam adalah suasana kerohanian yang ditunjukkan oleh seorang sufi, berupa pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh melalui usaha-usaha tertentu; jalan panjang berisi tingkatan yang harus ditempuh oleh sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………..……………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….……………1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...2
2.1. Pengertian Tasawuf ………………………………........................................4
2.2. Asal-usul Aliran Tasawuf…………………………… :.................................4
2.3. Sejarah Perkembangan Tasawuf.....................................................................6
2.3.1 Perkembangan Tasawuf pada abad ke 1 dan 2.............................................6
2.3.2 Perkembangan Tasawuf pada abad ke 3…………………...........................9
2.3.3 Perkembangan Tasawuf pada abad ke 4…………….…………………..…15
2.3.4 Perkembangan Tasawuf pada abad ke 5…………………………….……..16

Simpulan………………………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Mukadimah-nya, Ibn Al-Khaldun menulis, “Ilmu ini (yakni tasawuf) salah satu ilmu syariat baru di dalam agama Islam. Sebenarnya, metode kaum ini (kaum sufi) telah ada sejak masa para sahabat, tabiin dan ulama-ulama penerusnya, sebagai jalan kebenaran dan petunjuk. Inti tasawuf adalah tekun beribadah, memutuskan hubungan dari selain Allah, menjauhi kemewahan dan kegemerlapan duniawi, meninggalkan kelezatan harta dan tahta yang sering dikejar kebanyakan manusia dan mengasingkan diri dari manusia untuk beribadah. Praktek ini populer di kalangan para sahabat dan ulama terdahulu. Ketika tren mengejar dunia menyebar di abad kedua dan setelahnya, manusia mulai tenggelam dalam kenikmatan duniawi, orang-orang yang menghususkan diri mereka kepada ibadah disebut sufi.”

Ada sebagian orang bertanya, adakah istilah tasawuf pada zaman Rasulullah Saw? Tentu jawabannya tidak ada. Sebab, penamaan cabang-cabang ilmu syariat belum ada pada zaman Rasulullah Saw, tetapi praktek cabang-cabang ilmu tersebut sudah ada sejak zamannya. Misalnya ilmu tafsir, penamaannya baru populer setelah abad ke-2 H yang dipelopori oleh para penulis perdana dalam cabang ilmu ini seperti, Syu’bah bin Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan Waki’ bin Jarah, padahal praktek penafsiran sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Begitu juga ilmu tasawuf dan cabang-cabang ilmu syariat yang lain.

Di dalam makalah ini, akan dijelaskan bagaimana pendapat-pendapat mengenai sejarah dan perkembangan Tasawuf dalam Islam, dan banyak pendapat pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Oleh karena itu penulis memberikan judul :

“PERKEMBANGAN TASAWUF”

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf

Tasawuf berasal dari kata Shafa yang berarti bersih, suci. Artinya, langkah mereka dilangkahkan pada kesucian batin sebagai upaya untuk mendekati Dzat Yang Mahasuci. Agaknya, definisi tasawuf secara istilah terasa sulit untuk mencakup semua seginya, sehingga bermunculan berbagai definisi tasawuf, bahkan Anne Marie Schimmel[1] mengatakan bahwa mendefinisikan tasawuf itu sulit dirumuskan secara lengkap , karena kita hanya dapat menyentuh salah satu sudutnya saja. Definisi-definisi itu hanya merupakan petunjuk awal untuk menyelaminya lebih jauh. Meskipun begitu, disini akan dimunculkan salah satunya, yaitu menurut versi Abu Yazid.[2] Beliau mendefinisikan bahwa tasawuf itu sebagai upaya melepaskan diri dari perangai tercela, menghiasi diri dengan perangai terpuji, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Menurut Al-Ghamini Taftazani, terdapat lima cirri karakteristik tasawuf secara umum, yaitu:

a. memiliki nilai-nilai moral.

b. Pemenuhan fana dalam realitas mutlak;

c. Pengetahuan intituitif langsung

d. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Alloh karena tercapainya maqom.

e. Penggunaan symbol pengungkapan yang mengandung makna tersirat.

Dari ciri-ciri tersebut, nampak ada kesamaan antara tasawuf Islam dan mistisisme dalam agama-agama lain. Sehingga menurut Nicholson[3], bahwa tasawuf Islam itu adalah:

a. Kehidupan sufi yang zuhud, senang pada kesunyian, suka memakai pakaian dari bulu domba, banyak berdzikir, ini menandakan adanya kesamaan dengan ajaran Nasrani, ajaran-ajaran tersebut berakar dari ajaran Nasrani.

b. Adanya kontak Arab dan Yunani, sehingga ajaran Neo-platonisme tersebar di dunia Arab, yang mempengaruhi pemikir Islam. Maka masuklah pemikiran emanasi (pancaran), iluminasi (penerangan) gnosis (pengetahuan religius), ekstase (keadaan di luar kesadaran) ke dalam tasawuf.

c. Ajaran Agama Budha, yaitu konsep nirwana, mirip dengan tasawuf Islam, yaitu konsep fana.

Bagi Harun Nasution, teori bahwa ajaran tasawuf itu dipengaruhi oleh unsure asing, sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Karena dalam ajaran Islam sendiri terdapat ayat-ayat Al-Qur-an dan Hadits-hadits yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Tuhan. Sebagaimana Alloh Swt berfirman dalam Al-Qur-an Surat Al-Baqoroh (2) : 186

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Artinya :Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".[4]

Penulis dapat menyimpulkan bahwa Tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya .Dari segi inguistic tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia yang mampu membentuk seseorang ke tingkat yang mulia.

Dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental Ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf yang menjadikan mental ruhani untuk dapat mendekatkan diri dengan Allah Swt. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt., ia adalah sang kekasih. Kekasihakan lebih dilindungi, diridai, dan dikabulkan segala yang diminta oleh kekasih-Nya.

2.2 Asal Usul Aliran Tasawuf

Teori-teori mengenai asal timbul atau munculnya aliran ini dalam Islam banyak berbeda-beda, antara lain:

a. Pengaruh Kristen dengan paham menjauhi dunia dan hidup mengasuingkan diri dalam biara-biara. Dikatakan bahwa Zahid dan sufi Islam meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, adalah pengaruh cara hidup rahib-rahib Kristen.

b. Falsafat Mistik pythagoras yang berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh adalah di alam samawi. untuk memeproleh hidup senang di alam samawi, manusia harus membersihkan roh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu Zuhud. Ajaran Pythagoras untuk meninggalkan dunia dan pergi berkontlemplasi, inilah menurut pendapat sebagian orang yang mempengaruhi timbulya Zuhud san Sufisme dalam Islam.

c. Falsafat amanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari Zat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tetapi dengan masuknya kealam materi , roh jadi kotor, dan untuk dapat kembali keasalnya Roh harus terlebih dahulu dibersihkan. Penyucian Roh adalah dengan dunia dan mendekati Tuhan dengan sedekat mungkin. Dikatan pula bahwa falsafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum Zahid dan Sufi dalam Islam.

d. Ajaran Budha dengan faham Nirwananya. Untuk mencapai Nirwana, orang harus bisa meninggalkan Dunia dan memasuki hidup Kontemplasi. Faham Fana yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham Nirwana.

e. Ajaran-ajaran Hinduisme yang juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhanuntuk mencapai persatuan Atman dan Brahman.

Inilah beberapa faham dan ajaran yang menurut teorinya mempengaruhi timbul dan munculya sufisme dikalangan umat Islam.

Zuhud yang dalam ajaran-ajaran agama non Islam semula hanya merupakan usaha individu untuk tidak tertarik terhadap kesenangan duniawi perlahan-lahan seiring perjalanan waktu mulai diterima oleh umat Islam. Apalagi bila melihat kenyataan bahwa zuhud adalah sebuah tiang penyangga bagi perilaku luhur. Atau dalam bahasa yang lebih tegas, zuhud pada hakikatnya merupakan solusi bagi problematika sosial yang disebabkan kecenderungan yang berlebihan terhadap materi. Dengan demikian, zuhud tidak bisa dipahami sebagai sikap antipati terhadap permasalahan keduniawian, namun harus dipandang sebagai satu sikap berlaku proporsional dan bertindak bijaksana dalam menyikapi permasalah keduniawian. Artinya, zuhud bukan berarti keterputusan dari kehidupan duniawi sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh kalangan pendeta, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu. Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhan-nya.

Yang menarik, penerimaan umat Islam terhadap zuhud ternyata dengan signifikan dibarengi munculnya kesadaran rohani. Apalagi bila mengingat bahwa zuhud yang pada hakikatnya merupakan benih-benih tasawuf ternyata tergambar dalam pribadi Nabi. Dalam kehidupan Nabi, umat bisa berkaca dan mengambil contoh bagaimana siklus kehidupan Nabi sangatlah sufistik

Tetapi bagaimanapun, dengan ataupun tampa pengaru-pengaruh dari luar, sufisme bisa timbul dalam Islam. Di dalam Islam terdapat ayat-ayat yang mengatakan bahwa manusia dekat sekali dengan Tuhan. Diantaranya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku….

Tuhan disini menyatakan bahwa ia dekat pada manusia dan mengabulkan permintaan yang meminta. Oleh kaum sufi do’a disini diartikan berseru, yaitu Tuhan mengabulkan seruan orang yang ingin dekat dengan-Nya.

2.3 Sejarah Perkembangan Tasawuf

2.3.1. Perkembangan Tasawuf Pada Abad ke satu dan ke dua Hijriyah.

Mengenali sejarah tasawuf sama saja dengan memahami potongan-potongan sejarah Islam dan para pemeluknya, terutama pada masa Nabi. Sebab, secara faktual, tasawuf mempunyai kaitan yang erat dengan prosesi ritual ibadah yang dilaksanakan oleh para Sahabat di bawah bimbingan Nabi. Kenapa gerakan tasawuf baru muncul paska era Shahabat dan Tabi'in? Kenapa tidak muncul pada masa Nabi? Jawabnya, saat itu kondisinya tidak membutuhkan tasawuf. Perilaku umat masih sangat stabil. Sisi akal, jasmani dan ruhani yang menjadi garapan Islam masih dijalankan secara seimbang. Cara pandang hidupnya jauh dari budaya pragmatisme, materialisme dan hedonisme.

Tasawuf sebagai nomenklatur sebuah perlawanan terhadap budaya materialisme belum ada, bahkan tidak dibutuhkan. Karena Nabi, para Shahabat dan para Tabi'in pada hakikatnya sudah sufi: sebuah perilaku yang tidak pernah mengagungkan kehidupan dunia, tapi juga tidak meremehkannya. Selalu ingat pada Allah Swt sebagai sang Khaliq

Ketika kekuasaan Islam makin meluas. Ketika kehidupan ekonomi dan sosial makin mapan, mulailah orang-orang lalai pada sisi ruhani. Budaya hedonisme pun menjadi fenomena umum. Saat itulah timbul gerakan tasawuf (sekitar abad 2 Hijriah). Gerakan yang bertujuan untuk mengingatkan tentang hakikat hidup.

Para mayoritas ahli sejarah berpendapat bahwa terma tasawuf dan sufi adalah sebuah tema yang muncul setelah abad II Hijriah. Sebuah terma yang sama sekali baru dalam agama Islam. Pakar sejarah juga sepakat bahwa yang mula-mula menggunakan istilah ini adalah orang-orang yang berada di kota Bagdad Irak. Pendapat yang menyatakan bahwa tema tasawuf dan sufi adalah baru serta terlahir dari kalangan komunitas Bagdad merupakan satu pendapat yang disetujui oleh mayoritas penulis buku-buku tasawuf.

Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakam paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu.

Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut PAHAM SUFI, SUFISME atau PAHAM TASAWUF, dan orangnya disebut ORANG SUFI.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Kemudian, menurut catatn sejarah, diantara sekalian sahabat Nabi, maka yang pertama sekali memfilsyafatkan ibadah dan menjadikan ibadah secara satu yang khusus, adalah sahabat Nabi Yang bernama Huzaifa bin Al Yamani, salah seorang sahabat Nabi yang Mulia dan terhormat. Beliaulah yang pertama kali menyampaikan ilmu-ilmu yang kemudian hari ini kita kenal dengan “Tasawuf” dan beliaulah yang membuka jalan serta teori-teori untuk tasawuf itu.

Pada periode tabiin, sekitar abad ke 1 dan ke 2 Hijriah, kondisi social politik mulai berubah dari masa sebelumnya.konflik politik yang berawal dari masa Usman bin affan it u terus berlanjut. Berikutnya muncullahkelompok-kelompok Muawwiyah, syiah,Khawarij, dan Murjiah. Sejak awal kekuasaan bani Umayah, Kehidupan politik berubah total. Mereka mulai menganut sistem pemerintahan monarki. Semua lawan politiknya di kejar kemana-mana untuk di bersihkan.Puncaknya pada peristiwa terbunuhnya Husen bin Ali bin Abi Thalib di Karbala.

Sebagai khalifah Monarkhi pertama, Muawwiyah mulai menjauh dari tradisi kehidupan nabi yang memiliki pola hidup yang sederhana dan semakin dekat ke tradisi kehidupan raja-raja Rumawi yang memiliki pola hidup yang mewah. Kemudian di teruskan oleh anaknya, Yazid ,yang memerintah 61-64 H, dikenal sebagai dengan khalifah yang mengumbar hawa nafsu, hidup mewah, menganggap enteng ajaran agama, dan ia di kenal sebagai pemabuk.

Dalam situasi yang demikian itu,kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan kepada masyarakat untuk hidup sederhana,Zuhud, Saleh, dan tidak terbiur oleh hawa nafsu. Penyeru tersebut, antara lain, Abu Dzar Al Ghifari. Dia melancarian Kritik tajam kepada bani Umayah yangf tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan agar keadilan social dalam islam, diterapkan kembali.

Di antara mereka mulai merindukan kesederhanaan kehidupan nabi dan para shabatnya.Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak itu kehidupan Zuhud mulai bertumbuh di masyarakat. Mereka mengelompok pada pola hidup Zuhud (zahid,zuhhad), bertekun beribadah (abid, ubbad)dan menempuh jalan batin (nasik, nussak )

Di kota Basrah, di kenal Hasan al basri. Ia di besarkan dalam asuhan ali bin abi thalib dan banyak belajar tentang ilmu kerohanian darinya. Beliau adalah seorang zahid yang berlandaskan pada nilain khauf , yaitu takut terjerumus pada maksiat hingga Allah murka, dan diiringi dengan raja, yaitu senantiasa mengharapkan rahmatnya.Hal ini memunculkan minat untuk menghindari kelezatan duniawi (zuhud ) untuk meraih yang ukhrawi. Pesannya seperti ini :jauhilah dunia ini, karena karena ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tetapi racunnya mematikan.

Tokoh tabiin di kufah, antara lain Sofyan Tsauri (97-161 H) Yang terkenal dengan kealimannya dalam hadits (bergelar khalifah hadis )dan fiqh ( sebagai Mujtahid mutlak ). Dalam kerohanian , Ia terkenal zuhud , dan sanggup menentang penguasa Zalim.

Warna kezuhudan lebih tampak paeda Rabiah Al adawiyah (95-185 H ) seorang anak keluarga miskin, hidup sebagai hamba sahaya kemudian menjalani hidup zuhud.Hari-harinya di habiskan di tikar sajadah. Yang menjadi pendorongnya itu adalah rasa cintanyakepada tuhan, sehingga tidak tersisa lagiruang di hatinya selain itu, untuk memperoleh balasan cintanya itu.

Pada akhir abad ke 2Hijriah, peralihan dari zuhud ke tasawuf sudah mulai nampak. Analisis singkat tentang kesufian yang di pelopori oleh tokoh-tokohkerohanian yang zahid itu mulai bermunculan.

Menurut cacatan sejarah, dari shabat Nabi Huzaifah bin al Yamani inilah pertama-tama mendirikan Madrasah Tasawuf . tetapi pada masa itu belumlah terkenal dengan nama Tasawuf, masih sangat sederhana sekali. Imam sufi yang pertama di dalam sejarah Islam yaitu Al Hasan Al Basry seorang ulama besar Tabiin, adalah murid pertama Huzaifah bin al Yamani dan adalah keluaran dari Madrasah yang pernah didirikan oleh Huzaifah bin Al Yamani.

Selanjutnya, Tasawuf itu berkembang yang dimulai oleh Madrasah huzaifah bin Al yamani di madinah, kemudian diteruskan Madrasah Al Hasanul basry di basrah dan seterusnya oleh Sa’ad bin Al Mussayib salah seorang ulama besar Tabi’in, dan masih banyak lagitokoh-tokoh ilmu Tasawuf lainnya. Sejak itulah pelajaran Ilmu tasawwuf telah mendapat kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas lagi dari masyarakat ummat Islam sepanjang masa.


2.3.2 Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ketiga Hijriyah.

Pada abad ke -1 dan ke -2 Hijriah, cara hidup zuhud sudah dimulai lalu pada abad ke-3 ke-4 ini dimulailah kajian-kajian kesufian. Dalam kajian tersebut terdapat dua kecenderungan para tokoh.

Pertama, cenderung pada kajian tasawuf yang lebih bersifat ahlak yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-sunah (Tasawuf sunni ). Tokohnya antara lain Haris Al Muhasibi (165-243 H)banyak mengkaji soal disiplin diri (Muhasabah). pembicaraanya yang lebih rinci tertuang dalam karyanya al-Ri’ayat li huquq Allah ( menjaga hak Allah )yang banyak mempengaruhi AL Ghazali dalam menyusun karyanya IIlhya Ulum al Din. Tokoh nya antara lain adalah abu Nasr as saraj, dengan karyanya Kitab al luma, Abu Thalib al Makki, dengan karyanya Qut al Qulub, dan Abu Bakar alKalabazi, dengan karyanya Taaruf li Mazhab ahl Tasawuf (perkenalan pada aliran ahli tasawuf)

Kedua, cenderung pada kajian tasawuf filsafat dan berbaur dengan kajian metafisika. Tokohnya antara lain, Zun Nun al Misri (180-246 H). Ia seorang sufi juga ahli kimia, dikenal sebagai bapak teori Makrifat. Menurutnya pengetahuan tentang tuhan ada tiga tingkatan ,yaitu

1. Pengetahuan awam, yaitu mengenal tuhan melalui ucapan syahadat

2. pengetahuan alim, mengenal tuhan melalui logika

3. pengetahuan arif, yaitu mengenal tuhan melalui qalbu.

Pengetahuan yang ke tuga ini di sebut Makrifat, dan orangnya di sebut dengan arif. Tokoh lainnya adalah Abu Yazid al Busthami, al Hallaj.

Pada periode ini mulai muncul tarekat-tarekat sufi pada bentuknya yang awal. Didalamnya ada Mursyid, yaitu pemimpin tarekat, ada murid, yaitu pengikut tarekat ( salik , ada ribath, yaitu sebuah pondok tempat untuk bertarekat. Seperti Tarekat Taifuriah yang di nisbahkan kepada Abu yazid al Bhustami.

Pada abad ini, terlihat perkembangan Tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembangan masa itu, sehingga mereka membaginya menjadi tiga macam; yaitu:
a. Tasawuf yang berintikan Ilmu Jiwa : yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan kewejiwaan manusia kepada khaliqnya, sehingga keterangan-keterangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan, dapat teratasi dengan baik.Dan kenyataanya, inti Tasawuf ini dijadikan teori psikiater jaman sekarang ini dalam mengobati setiap pasiennya. Maka pengenalan teoritisyang berdasarkan inti ajaran tasawuf, dapat dipengaruhi keutuhan tingkat kesadaran mental dan kejiwaan seseorang yang mampu memahaminya.
b. Tasawuf yang berintikan Ilmu Akhlaq: yaitu didalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara-cara berbuat baik serta cara-cara menghindarkan keburukan; yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat nabi.

c. Tasawuf yang berintikan metafisika: yaitu didalamnya terkandung ajaran yang melukiskan ketunggalan hakikat ilahi, yang merupakan sau-satunya yang ada didalam pengertian mutlak, serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang akan di tajalli kepada-Nya.

Adapun tokoh-tokoh sufi terkemuka pada abad ketiga Hijriyah, antara lain:
a. Ma’ruf al-Karkhi

Namanya adalah Abu Mahfuz Ma’ruf bin Firuz al-Karkhi. Ia berasal dari Persia, namun hidupnya lebih lama di Bagdad, yaitu pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid. Ia meninggal di kota inijuga pada tahun 200 H / 815 M.

Ma’ruf al-Karkhi dikenal sebagai sufi yang selalu diliputi rasa rindu kepada Allah sehingga ia digolongkan ke dalam kelompok Aulia’. Mengenai hal ini, salah seorang muridnya yaitu Surri al-Saqti, menceritakan: “dalam tidurku, aku pernah melihat Ma’ruf al-Karkhi seakan-akan berada di atas ‘Arsy. Pada waktu itu Allah bertanya kepada para Malaikat: Siapadia? Malaikat menjawab: Engkau lebih mengetahuinya ya Tuhan. Maka Allah berfirman: “Orang itu adalah Ma’ruf al-Karkhi yang sedang bercinta kepadaKu.”
Dia dipandang sangat berjasa dalam meletakkan dasar-dasar tasawuf. Dan dia adalah orang pertama yang mengembangkan tasawuf dari paham cinta (al-Hubb) yang dibawa oleh Rabi’ah al-Adawiyah.
b. Abu Sulaiman ad-Daaraany

Nama sebenarnya adalah Abdur Rahman bin ‘Athiyah, yang dibesarkan di sebuah perkampungan Damaskus, yang bernama “Daaraan”. Maka namanya pun dinisbatkan kepada kampung tersebut, sehingga menjadi kata ad-Daaraany.

Ia dikenal sebgai ulama shufi yang mengusai ilmu hakikat, dan sikapnya sangat wara’ serta selalu rela menerima segala cobaan yang menimpa dirinya. Oleh karena itu Ia pernah mengatakan: “Barangsiapa yang rela dengan segala sesuatu, maka ia sudah sampai kepada batas-batas kerelaan. Barangsiapa yang bersikap wara’ dalam segala sesuatu, maka ia sudah sampai kepada batas-batas wara’. Dan barangsiapa yang melakukan zuhud dalam segala sesuatu, maka ia sudah sampai kepada batas-batas zuhud.”.

c. Zunnun al-Mishri
Nama lengkapnya adalah Abu al-Faid Sauban bin Ibrahim Zu al-Nun al-Misri. Dia dilahirkan di Ekhmim yang terletak di kawasan Mesir hulu pada tahun 115 H / 770 M.
Pengalaman ma'rifah, ditonjolkan oleh Zunnun al-Misri (w. 860 M). Ma'rifah adalah anugerah Tuhan kepada sufi yang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan.

Karena cinta ikhlas dan suci itulah Tuhan mengungkapkan tabir dari pandangan sufi dan dengan terbukanya tabir itu sufi pun dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan dan sufi pun melihat keindahan-Nya yang abadi. Ketika Zunnun ditanya, bagaimana ia memperoleh ma'rifah, ia menjawab, "Aku melihat dan mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tidak melihat dan tidak tahu Tuhan."

Yang dimaksud Zunnun ialah bahwa ia memperoleh ma'rifah karena kemurahan hati Tuhan. Sekiranya Tuhan tidak membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat melihat Tuhan. Sebagaimana disebut dalam literatur tasawuf, sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawahdan Tuhan menurunkan rahmat-Nya dari atas. Juga dikatakan bahwa ma'rifah datang ketika cinta sufi dari bawah dibalas Tuhan dari atas.
d. Abu Yazid Bustami

Abu Yazid al-Bustami (wafat 874 M) adalah seorang ahli sufi yang terkenal di
Persia sekitar abad ketiga hijriyah. Ia disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan faham fana’ dan baqa’ . Nama kecilnya adalah Thaifur. Sebelum ia mendalami tasawuf ia mempelajari ilmu fiqh terutama mazhab Hanafi. Ia memperingatkan manusia agar tidak terpedaya dengan seseorang sebelum melihat sebagaimana ia melakukan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan, menjaga ketentuan-ketentuan dan melaksanakan syari’at-Nya. Selengkapnya perkataan beliau adalah :

“Kalau kamu melihat seseorang mempunyai keramat yang besar-besar, walaupun dia sanggup terbang di udara maka janganlah kamu tertipu, sebelum kamu lihat bagaimana dia mengikuti perintah syari’at dan menjauhi batas-batas yang dilarang syari’at”.

Setelah ia mendalami tasawuf, ia memunculkan faham baqa’ dan fana’, dimana apabila ia telah fana’ dan mencapai baqa’ maka keluarlah kata-kata yang ganjil yang jika tidak hati-hati memahami akan menimbulkan kesan seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai Tuhan . Ia sering dipandang pula sebagai sufi “yang mabuk” lantaran ia terlalu jauh mengucapkan kalimat ketuhanan dalam dirinya.

Paham ini mendapat tanggapan yang berbeda dikalangan para ulama. Banyak yang pro maupun kontra. Perbedaan sikap ini terutama dikalangan ulama sufi dan dikalangan ulama fiqh. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik untuk membahas hal ini dalam sebuah makalah singkat yang fokusnya terutama pada tokoh pendiri, pokok-pokok ajaran dan beberapa analisa terhadap ajaran-ajarannya yang dikembangkannya.
e. Junaid al-Bagdady

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qosim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz al-Nihawandy. Dia adalah seorang putra pedagang barang pecah belah dan keponakan Surri al-Saqti serta teman akrab Haris al-Muhasibi. Dia meninggal di Bagdad pada tahun 297 H / 910 M. Dia merupakan tokoh seorang sufi yang luar biasa, teguh dalam menjalankan syari’at agama, sangat mendalam jiwa kesufiannya. Dia adalah seorang faqih, sering memberifatwa sesuai mashab yang dianutnya, mashab Abu Sauri: serta teman akrab Imam al-Syafi’i.
f. Mansur Al-Hallaj

Al-Hallaj adalah tokoh yang dianggap paling Kontroversial dalam sejarah kesufian (mistisme) Islam. Ini berangkat dari konsep tasawuf yang ia tawarkan jauh berbeda dengan tradisi tasawuf ketika itu. Ungkapan Al-Hallaj yang mengatakan “Ana al-Haq” (Akulah Yang Maha Besar) ditafsirkan para ulama sebagai sesuatu yang sangat jauh keluar dari garis-garis ketauhidan. Sehingga polemik pemikiran ini berakhir ditiang gantungan sebagai eksekusi terhadap Al- Hallaj.

Di kalangan cendikiawan dan pemikir Islam timbul ikhtilaf tentang substansi dari perkataan Al-Hallaj. Sebagai berasumsi bahwa ungkapan Al Hallaj tersebut adalah ajaran yang keluar dari ajaran Islam (Bid’ah). Sebab mustahil manusia dapat bersatu dengan Allah (al-Huluul). Al-Haq (Yang Maha Besar) adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.Ketika Al-Hallaj berkata “Ana al-Haq” berarti dia telah menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Inilah yang kemudian dianggap oleh penguasa Abbasiyah ketika itu sebagai justifikasi untuk menjatuhkan hukuman gantung kepada Al-Hallaj yang mereka anggap telah murtad.

Di antara ajaran tasawuf al-Hallaj yang terkenal adalah al-Huluul dan Wahdat asy-Syuhud yang kemudian melahirkan paham Wihdat al-Wujud (kesatuan wujud) yang kemudian dikembangkan Ibn ‘Arabi. Faham al-Huluul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari faham (ajaran) al-Ittihad yang dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami (874 M/ 261 H). Tetapi dua konsep ajaran ini berbeda. Dalam ajaran al-Ittihad, diri manusia lebur dan yang ada hanya diri Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sedangkan dalam konsep al-Huluul-nya al-Hallaj, diri manusia tidak hancur. Dalam konsep al-Ittihad yang dilihat satu wujud, sedangkan dalam konsep ajaran al-Huluul disana ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh .

Helbert W. Mason mengatakan Al-Huluul adalah penyatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Tetapi dalam kesimpulannya konsep al-Huluul-nya al-Hallaj bersifat majaziy, tidak dalam pengertian yang sebenarnya (haqiqiy) . Menurut Nashiruddin at-Thusiy, al-Huluul adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
g. Abu Bakr al-Syibli

Nama lengkapnya Abu Bakr Dulaf bin Jahdar al-Syibli. Keluarganya berasal dari Khurasan, tetapi di sendiri dilahirkan di Bagdad dan meninggal pada tahun 334 H / 946 M dalam usia 87 tahun.

Al-Syibli adalah seorang yang tidak pernah mengeluh menghadapi kehidupan, dia hidup penuh kegembiraan. Bagaimana sikap seseorang dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat dia berujar: “Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, tumbuh di tepi jalan. Dilempar orang ia batu, lalu dibalasnya dengan buah.”. Dan dia juga berkata: “Orang yang ‘arif tidaklah menunjukkan alamat. Orang yang benar-benar bercinta tidaklah banyak mengeluh, seorang hamba dengan Tuhannya tidaklah banyak sangka, orang yang sedang ketakutan tidaklah merasa senang diam, seorangpun tidak ada yang dapat mengelak dan lari dari jalan menuju Tuhan.”

Kemudian, tentang artidan hakikat tasawuf dan sufi, al-Syibli mengatakan: “Tasawuf ialah duduk bersama Allah tanpa ada rasa duka.” Dan katanya pula: “Tasawuf adalah ketulusan yang membakar.” Selanjutnya, berkata: “Sufi ialah orang yang terputus hubungannya dengan makhluk dan senantiasa berhubungan dengan Khalik.” Dan berkata pula: “Orang sufi ialah anak-anak kecil dalam pangkuan Tuhan.”
Di akhir abad ketiga Hijriyah ini, mulai timbul perkembangan baru dalam sejarah tasawuf, yang ditandai dengan bermunculnya lembaga pendidikan dan pengajaran, yang didalamnya terdapat kegiatan pengajaran Tasawuf dan latihan-latihan rohaniah; yang antara satu lembaga pendidikan dengan yang lainnya, terdapat perbedaan corak ajaran tasawuf yang diajarkannya, dengan sistem yang berbeda pula. Maka dari sinilah timbulnya istilah Tarekat, yang nama sebenarnya adalah Ath- Thariq atau jalan.

2.3.3 Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke empat Hijriyah.

Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dengan kemajuan di abad yang sebelumnya, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Sehingga kota Bagdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaing oleh kota-kota besar lainnya.
Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf diluar kota baghdad dipelopori oleh ulama tasawuf yang terkenal kealimannya antara lain:
a. Musa al-Anshaary ; mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan (Persia atau Iran), dan wafat disana pada tahun 320 H.
b. Abu Hamid Bin Muhammad ar-Rubaazy; mengajarkannya disalah satu kota di Mesir, dan wafat pada tahun 322 H.
c. Abu Zaid al-Adamy; mengajarkannya di semenajung Arabiyah, dan wafat disana tahun 341 H.
d. Abu Ali Muhammad Bin Abdil Wahhaab as-Saqafy; mengajarkannya di Naisabur dan kota Syaraz sehingga ia wafat tahun 328 H.

Dalam perkembangan ilmu tasawuf di berbagai negeri dan kota, para ulama tersebut diatas menggunakan sistem tarekat, sebagaimana yang dirintis oleh ulama tasawuf pendahuluannya. Sistem tersebut, berupa pengajaran dari seorang guru terhadap murid-muridnya, yang bersifat teoritis serta bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya , yang disebut “ Suluk” dalam ajaran tasawuf.
Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberinya nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya (gurunya), atau sering pula dinisbatkan kepada tempat lahirnya kegiatan tarekat itu.

Ciri-ciri lain yang terdapat di abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf, dikarenakan sudah banyaknya buku filsafat yang tersebar dikalangan ummat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak permulaan Daulah Abbashiyah. Dan pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat di bagi oleh ahli tasawuf menjadi empat macam, yaitu:
a. Ilmu Syariah
b. Ilmu Thariqah
c. Ilmu Hakikah
d. Ilmu Ma’rifah .

Kumpulan pengetahuan tentang Syari’ah dengan melalui Thariqah untuk mencapai Hakikah, semuanya itu dinamakan Ma’rifah. Maka apabila seseorang telah menjalani Thariqah, yang seimbang dengan syari’ah lahir dan bathin untuk menuju kepada tujuan tertentu dalam tasawuf. Insyaallah tercapailah kondisi mental yang menciptakan istilah “Insan Kamil”, yang selalu dekat dengan tuhannya yang disebut “Waliyullah” yaitu orang yang selalu mendapatkan limapahan karunia ilahi, sehingga sanggup melakukan perbuatan yang luar biasa, yang dinamakan “Karomah”.

2.3.4 Perkembangan Tasawuf Pada Abad Ke Lima Hijriyah.

Setelah al hallaj meninggal, Tasawuf filsafat semakin tenggelam. Sementaratasawuf sunni semakin mendapat tempat di hati masyarakat. Hal ini sejalan dengan keunggulan teologi Asy’ariyah yang sejalan dengan tasawuf sunni. Tokoh tasawuf yang muncul pada periode ini adalah Abu Qasim Abdul Karim al Qusyairi (376-466 H) Penulis ar risalah al Qusyariah yang mengangkat kerangka teori tasawuf. Abu Ismail Abdulah bin Muhammad al Anshari al Harawi (396-481 H) dengan karyanya Manazil as Sairin ila Rabb al alamin ( kedudukan orang-orang yang mendekatkan diri pada Allah )yang Mengurai tentang maqamat para sufi yang memiliki awal dan akhir.

Puncaknya adalah pada masa al Ghazali yang karena jasanya beliau mendapat gelar hujjatul Islam. Beliau menempuh dua masa kehidupan yang berbeda .

Pertama, Ketika penuh semangat menimba ilmu, mengajar, berkedudukan sebagai guru besar di Nazamiyah, dan kedua masa syak terhadap kebenaran ilmu yang di perolehnya dan kedudukannya yang di pegangnya . Akhirnya keraguan itu terjawab melalui pengalaman spiritualnya. Ini terjadi di akhir masa pertamanya, sebagai masa peralihannya. Maka bagian ke dua masa kehidupannya dilalui dengan ketentraman dan kebeningan tasawuf. Pada masa ini beliau banyak menulkis tentang tasawuf. Karyanya, antara lain, adalah Ihya Ulum al-Din yang paling populer dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Didalamnya beliau mendamaikan konflik antara teolog, fuqaha, dan sufi. Juga di bahas tentang ibadah kebiasaan dalam kehidupan, dosa yang membinasakan, jalan menuju keselamatan berupa maqamat dan ahwal.

Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak Tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan dan memandu perjalanan hidup umat agar selama dunia dan di akhirat. Tidak berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurkan akhlak mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam Al-qur’an.
Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang akhlak dan Tasawuf itu kemudian menentukan momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama tasawuf dan ulama di bidang akhlak. Mereka tampil pada mulanya untuk memberi koreksi pada perjalanan umat saat itu yang sudah dimulai miring ke arah yang salah.

Mereka mencoba meluruskan, dan ternyata upaya mereka disambut positif karena dirasakan manfaatnya. Untuk melestarikan pemikiran dan pendapatnya itu mereka menulis sejumlah buku yang secara khusus membahas masalah akhlak tasawuf. Kitab Tahzib al-Akhlaq karangan Ibn Miskawaih, Ihya ‘Ulum Al-Din karangan imam Al-Ghazalidan belakang muncul kitab Akhlaq karangan Ahmad Amin dan Khuluq al-Muslim, karangan Muhammad al-Ghazali adalah merupakan bukti kepedulian para ulam terhadap bidang akhlak dan tasawuf.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakr Sirajudin, Wali Sufi Abad 20, Bandung, Mizan, Cet VI, 1995 M.

Al-Qur-anul Karim

Amsal Bakhtiar, Dr. H, M.A, Tasawuf dan Gerakan Tarekat, Bandung, Angkasa, Cet. I 2003 M.

As,Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, cet. II.

Dadan Nurul Haq, Bahan Ajar Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Harun Nasution, 1978. Filsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: IAIN. Hal. 55-56

http://muhammadmawhiburrahman.blogspot.com/2007/01/menggugat-orisinalitas-tasawuf. htm 1

http://muhammadmawhiburrahman.blogspot.com/2007/01/menggugat-orisinalitas-tasawuf. htm 1

http://id.wikipedia.org/wiki/Tasawuf

Ibid. hal. 155

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawwuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999)

Mustafa Zahri, 1984. Kunci Memahami ilmu Tasawuf. Surabaya; Pt. Bina Ilmu Hal. 155

Nata,Abuddin. Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996),cet. I.

Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2004), cet. II.

www.eramuslim.com



[1] Kafrawi Ridwan, dkk (ed), Ensiklopedi Islam jilid 5, PT Ichtiar Baru van Hoeve, jakarta, h. 75

[2] Ibid, h. 74

[3] Ibid, h.75

[4] Al-Qur-an Surat Al-Baqoroh (2) :186

0 komentar:

Posting Komentar